ALMA aka Atacama Large Millimeter/submillimeter Array berhasil menemukan planet sebagai penemuannya yang pertama. Ia bahkan belum beroperasi sepenuhnya karena masih dalam pembangunan yang direncanakan akan selesai pada tahun 2013 dan akan memiliki 66 buah piringan parabola saat sudah selesai dibangun.
Penemuan Pertama ALMA
Dalam penemuan perdananya, ALMA berhasil melakukan terobosan yang bisa memberi pemahaman mengenai sistem keplanetan yang berada tak jauh dari Tata Surya sekaligus memberikan petunjuk berharga mengenai pembentukan dan evolusi sistem keplanetan yang sempat menuai kontroversi beberapa waktu lalu.
Sistem keplanetan yang dimaksud adalah sistem di Fomalhaut. Dan dalam pengamatannya, tim astronom yang menggunakan ALMA berhasil menemukan kalau planet yang mengitari bintang Fomalhaut jauh lebih kecil dari yang diperkirakan sebelumnya. Apa yang ditemukan? ALMA, si teleskop radio yang menerima gelombang submilimeter yang berada di Chile itu berhasil menerima citra yang sangat tajam dari piringan atau cincin debu yang mengorbit bintang Fomalhaut yang jaraknya 25 tahun cahaya dari Bumi. Dan penemuan planet di Fomalhaut oleh ALMA tersebut sekaligus mengklarifikasi kontroversi yang terjadi sebelumnya terkait keberadaan planet di sistem Fomalhaut.
Citra yang dihasilkan ALMA menunjukkan tepi dalam dan tepi luar piringan debu tipis ternyata memiliki tepi yang tajam. Fakta yang ada kemudian dikombinasikan dengan simulasi numerik menghasilkan kesimpulan kalau partikel debu di piringan tetap berada di dalam piringan sebagai akibat efek gravitasi dua buah planet. Planet yang satu berada lebih dekat dengan bintang daripada dengan piringan, sedang planet yang lainnya berada lebih jauh.
Mengapa para astronom yakin kalau efek tepi yang tajam pada piringan berasal dari planet? Nah, efek planet atau satelit yang menyebabkan tepi cincin debu menjadi tajam, pertama kali dilihat oleh Voyager saat terbang lintas di Saturnus dan berhasil memotret sistem cincin di planet tersebut. Contoh lain, salah satu cincin planet Uranus menjadi tajam karena dipengaruhi oleh gravitasi satelit Cordelia dan Ophelia, tepat seperti kondisi yang dilihat para pengamat ALMA.
Jadi gaya gravitasi kedua planet di Fomalhaut inilah yang membentuk debu yang ada disitu menjadi cincin dengan tepian tajam yang mengelilingi bintang. Pada sistem seperti ini, planet yang berada di dalam cincin mengitari bintang lebih cepat dibanding partikel debu di dalam cincin. Gaya gravitasi si planet memberi tambahan energi bagi partikel dan mendorong partikel-partikel debu itu ke arah luar. Planet satu lagi yang berada di luar cincin bergerak lebih lambat dibanding partikel debu dan gaya gravitasinya mengurangi energi partikel-partikel sehingga partikel-partikel kemudian mengalami keruntuhan ke dalam secara perlahan-lahan.
Perhitungan yang dilakukan juga berhasil mengindikasikan ukuran planet, yakni lebih besar dari Mars tapi tidak lebih besar dari beberapa kali ukuran Bumi, Dan ternyata ukuran ini jauh lebih kecil dibanding ukuran yang diperkirakan sebelumnya.
Kontroversi Sistem Fomalhaut
Pada tahun 2008, Teleskop Hubble NASA/ESA berhasil memotret dan mengungkap keberadaan planet dalam di Fomalhaut. Pada saat itu diperkirakan ukurannya lebih besar dari Saturnus, si planet terbesar kedua di Tata Surya. Tapi pada tahun 2011 dalam konferensi exoplanet di Grand Teton National Park, Wyoming, menyatakan kalau citra terakhir Fomalhaut b dengan menggunakan teleskop inframerah tidak berhasil mendeteksi keberadaan planet tersebut. Dan menurut Paul Kalas, astronom dari University of California, Barkeley, citra terakhir Fomalhaut b menunjukkan kalau orbit planet ini melintas ke dalam piringan debu. Tak hanya itu, pengamatan Hubble pada cahaya tampak berhasil mendeteksi butiran debu yang sangat halus yang didorong keluar oleh radiasi Bintang dan mengaburkan stuktur piringan debu di bintang tersebut.
Pada akhirnya muncullah perdebatan apakah planet di bintang Fomalhaut itu ada ataukah tidak ada.
Penemuan Kembali Planet di Fomalhaut
Pengamatan yang dilakukan ALMA pada panjang gelombang yang lebih panjang dari cahaya tampak, berhasil menelusuri debu yang lebih besar - yang memiliki diameter 1 mm – yang tidak bergerak akibat radiasi bintang. Hasilnya ALMA berhasil menemukan piringan dengan tepi tajam dan struktur mirip cincin yang mengindikasikan efek gaya gravitasi oleh dua buah planet.
Hasil pengamatan ALMA juga menunjukkan lebar cincin berkisar 16 kali jarak Matahari- Bumi dan ketebalannya hanya satu per tujuh lebarnya. Cincin tersebut jaraknya 140 kali jarak Matahari – Bumi. Sedangkan di Tata Surya, untuk perbandingan Pluto hanya berada pada jarak sekitar 40 kali jarak Matahari – Bumi. Karena ukurannya yang kecil serta jarak planet dalam (dekat cincin) yang sedemikian jauh dari bintang induknya, maka planet-planet yang baru ditemukan tentunya merupakan planet paling dingin yang mengorbit bintang normal.
Penemuan Pertama ALMA
Dalam penemuan perdananya, ALMA berhasil melakukan terobosan yang bisa memberi pemahaman mengenai sistem keplanetan yang berada tak jauh dari Tata Surya sekaligus memberikan petunjuk berharga mengenai pembentukan dan evolusi sistem keplanetan yang sempat menuai kontroversi beberapa waktu lalu.
Sistem keplanetan yang dimaksud adalah sistem di Fomalhaut. Dan dalam pengamatannya, tim astronom yang menggunakan ALMA berhasil menemukan kalau planet yang mengitari bintang Fomalhaut jauh lebih kecil dari yang diperkirakan sebelumnya. Apa yang ditemukan? ALMA, si teleskop radio yang menerima gelombang submilimeter yang berada di Chile itu berhasil menerima citra yang sangat tajam dari piringan atau cincin debu yang mengorbit bintang Fomalhaut yang jaraknya 25 tahun cahaya dari Bumi. Dan penemuan planet di Fomalhaut oleh ALMA tersebut sekaligus mengklarifikasi kontroversi yang terjadi sebelumnya terkait keberadaan planet di sistem Fomalhaut.
Citra yang dihasilkan ALMA menunjukkan tepi dalam dan tepi luar piringan debu tipis ternyata memiliki tepi yang tajam. Fakta yang ada kemudian dikombinasikan dengan simulasi numerik menghasilkan kesimpulan kalau partikel debu di piringan tetap berada di dalam piringan sebagai akibat efek gravitasi dua buah planet. Planet yang satu berada lebih dekat dengan bintang daripada dengan piringan, sedang planet yang lainnya berada lebih jauh.
Mengapa para astronom yakin kalau efek tepi yang tajam pada piringan berasal dari planet? Nah, efek planet atau satelit yang menyebabkan tepi cincin debu menjadi tajam, pertama kali dilihat oleh Voyager saat terbang lintas di Saturnus dan berhasil memotret sistem cincin di planet tersebut. Contoh lain, salah satu cincin planet Uranus menjadi tajam karena dipengaruhi oleh gravitasi satelit Cordelia dan Ophelia, tepat seperti kondisi yang dilihat para pengamat ALMA.
Jadi gaya gravitasi kedua planet di Fomalhaut inilah yang membentuk debu yang ada disitu menjadi cincin dengan tepian tajam yang mengelilingi bintang. Pada sistem seperti ini, planet yang berada di dalam cincin mengitari bintang lebih cepat dibanding partikel debu di dalam cincin. Gaya gravitasi si planet memberi tambahan energi bagi partikel dan mendorong partikel-partikel debu itu ke arah luar. Planet satu lagi yang berada di luar cincin bergerak lebih lambat dibanding partikel debu dan gaya gravitasinya mengurangi energi partikel-partikel sehingga partikel-partikel kemudian mengalami keruntuhan ke dalam secara perlahan-lahan.
Perhitungan yang dilakukan juga berhasil mengindikasikan ukuran planet, yakni lebih besar dari Mars tapi tidak lebih besar dari beberapa kali ukuran Bumi, Dan ternyata ukuran ini jauh lebih kecil dibanding ukuran yang diperkirakan sebelumnya.
Kontroversi Sistem Fomalhaut
Pada tahun 2008, Teleskop Hubble NASA/ESA berhasil memotret dan mengungkap keberadaan planet dalam di Fomalhaut. Pada saat itu diperkirakan ukurannya lebih besar dari Saturnus, si planet terbesar kedua di Tata Surya. Tapi pada tahun 2011 dalam konferensi exoplanet di Grand Teton National Park, Wyoming, menyatakan kalau citra terakhir Fomalhaut b dengan menggunakan teleskop inframerah tidak berhasil mendeteksi keberadaan planet tersebut. Dan menurut Paul Kalas, astronom dari University of California, Barkeley, citra terakhir Fomalhaut b menunjukkan kalau orbit planet ini melintas ke dalam piringan debu. Tak hanya itu, pengamatan Hubble pada cahaya tampak berhasil mendeteksi butiran debu yang sangat halus yang didorong keluar oleh radiasi Bintang dan mengaburkan stuktur piringan debu di bintang tersebut.
Pada akhirnya muncullah perdebatan apakah planet di bintang Fomalhaut itu ada ataukah tidak ada.
Penemuan Kembali Planet di Fomalhaut
Pengamatan yang dilakukan ALMA pada panjang gelombang yang lebih panjang dari cahaya tampak, berhasil menelusuri debu yang lebih besar - yang memiliki diameter 1 mm – yang tidak bergerak akibat radiasi bintang. Hasilnya ALMA berhasil menemukan piringan dengan tepi tajam dan struktur mirip cincin yang mengindikasikan efek gaya gravitasi oleh dua buah planet.
Hasil pengamatan ALMA juga menunjukkan lebar cincin berkisar 16 kali jarak Matahari- Bumi dan ketebalannya hanya satu per tujuh lebarnya. Cincin tersebut jaraknya 140 kali jarak Matahari – Bumi. Sedangkan di Tata Surya, untuk perbandingan Pluto hanya berada pada jarak sekitar 40 kali jarak Matahari – Bumi. Karena ukurannya yang kecil serta jarak planet dalam (dekat cincin) yang sedemikian jauh dari bintang induknya, maka planet-planet yang baru ditemukan tentunya merupakan planet paling dingin yang mengorbit bintang normal.
0 komentar:
Posting Komentar